Bertemu Debur, Bukan Debar


Senin (9/6), Saya dan beberapa kawan himpunan mahasiswa beragenda untuk gathering di Pantai Peh Pulo, Sumbersih. Persiapan yang sederhana, dengan berbekal makanan, minuman dan tikar dari rumah. Kami semua bersemangat menuju lokasi. Pukul 7 pagi kami bersepakat untuk menunggu di area kampus, saat semua berkumpul kami menyiapkan perbekalan di tiap motor masing-masing. Pemandangan di perjalanan teramat menakjubkan, pepohonan hijau, bentangan sawah dan lalu lalang petani. Akses jalan yang dilewati cukup mudah, hanya saja sering dijumpai turunan dan tanjakan yang ekstrem. Butuh transportasi yang benar-benar fit, begitu juga fisik si pengendara. Seperti sebingkai foto yang saya potret diatas, sesamping jalan berdiri megah bukit-bukit tandus. Sepertinya baru saja panen tebu, karena di beberapa bagian tampak sisa-sisanya.



Pantai Peh Pulo masih jadi salah satu pantai yang belum ramai didatangi pengunjung, karena kendaraan beroda empat masih jarang ditemui sampai hingga bibir pantai. Tiket masuk dipatok dengan harga 5 ribu rupiah sudah termasuk biaya parkir kendaraan. Tampak di bibir pantai beberapa perahu nelayan berjajar. Usai memarkir motor, saya langsung menuju ke ayunan. Putihnya pasir yang membentang mengajak saya untuk berlarian, bertemu debur-debur yang menjabat kaki. Jejak-jejak langkah diukir di atas pasir. Saat saya disana, pengunjung terbilang hanya beberapa. Ombak lumayan tinggi, hingga nelayan enggan pergi melaut. Warna nila dari dasaran laut gagah memancar di tengah pemandangan, ombak-ombak menari riang di terik yang lumayan. Setelah dirasa lelah berlarian, saya berjalan pelan. menikmati buih-buih putih.



Saya menyukai pantai sejak pertama kali bertemu pada tahun 2013, masih ingat betul bagaimana harus menempuh jejalanan yang lumayan menguras tenaga. Bersyukurnya kini hidup di sebuah kota yang memiliki banyak pantai, dari mulai yang paling tenar hingga paling alami. Pantai Peh pulo sering disebut sebagai raja ampatnya Blitar. Karena adanya karang-karang besar di tengah laut. Jika ombak sedang tenang, nelayan biasa menggerakkan perahunya untuk mencari ikan di sekitar karang-karang. Meski ombak terlihat garang dan mendebarkan, tetapi rasa menyenangkan bisa berdiri menyapa debur-deburnya tak kalah menakjubkan. Apalagi sembari berkejaran dengan ombak yang datang, saya jadi ingin bermalam di sini kalau begini. Setelah lelah menjejaki bibir pantai, tikar yang digelar oleh teman-teman jadi markas untuk merebah. Menikmati semilir pantai, di bawah pohon kelapa. Sayup-sayup kenikmatan membuat saya terlelap sebentar, beralaskan lembut pasir putih. Pergi ke pantai bisa jadi salah satu destinasi, saat kalian merasa butuh keindahan alami. Apalagi sembari membawa tikar, makanan. Menikmati suara alam, membawa pulang kenangan, juga sampah yang berserakan. Kalau kawan-kawan mau bermain ke pantai yang ada di Blitar, boleh hubungi saya kapan waktu. Semoga ada luang. Salam Lestari :)







You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...