My Endless Love, Jogja : Trip to “Air Terjun Kedung Pedut”




Air Terjun Kedug Pedut

Secara bahasa, Kedung Pedut berarti kolam yang berkabut. Hal ini masuk akal karena objek wisata ini terletak di dataran tinggi sehingga memungkinkan kabut menutupi udara sekitar di pagi hari. Selain itu, air yang mengalir dari atas membentuk genangan kolam atau dalam bahasa jawa disebut juga sebagai kedung.
Air terjun Kedung Pedut adalah salah satu objek wisata yang terletak di Dusun Kembang, Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun terpaut jarak sekitar 17 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Kulon Progo, objek wisata ini tak kehilangan daya tariknya. Salah satu daya tarik yang dimiliki oleh lokasi wisata ini adalah dua macam warna air yang dimiliki, warna putih yang berasal dari mata air yang mengalir dari atas, sedangkan warna hijau toska memantul dari bebatuan dalam kedung(kolam).

Soto Medan dan Obrolan Hangat di Perjalanan

Saya dan pasangan melakukan perjalanan ke lokasi wisata tersebut sejak pagi hari tanggal 19 juni. Kami melakukan perjalanan ini dalam rangka mengisi waktu libur semester seteleh penat mengerjakan Program Kreativitas Mahasiswa(PKM) lolos didanai Dikti 2018. Perjalanan kami menuju air terjun kedung pedut dimulai dari Sleman menuju kulon progo dengan waktu tempuh sekitar satu jam dengan menggunakan sepeda motor.
Dalam perjalanan, kami mampir ke warung soto medan di daerah Gamping, Sleman, sekitar 700 meter sebelum memasuki wilayah Kabupaten Kulon Progo. Kami memutuskan untuk terlebih dahulu singgah untuk sarapan sekaligus mengenang masa penelitian beberapa bulan silam yang kami lakukan di Kota Medan, Sumatera Utara. Secara keseluruhan, baik rempah dalam kuah serta sayur cambah dalam soto tersebut lebih mirip dengan rasa soto di Jogja pada umumnya, setidaknya mampu membangkitkan cerita-cerita penelitian pada saat itu serta yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan tubuh untuk sarapan.
Setelah menyelesaikan urusan dengan kudapan berkuah tersebut, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi wisata. Dalam perjalanan yang kami tempuh kurang lebih satu jam tersebut, kami membuka banyak obrolan mengenai Kulon Progo, khususnya yang sedang dalam persengketaan, yaitu NYIA (New Yogyakarta International Airport).
Dalam obrolan tersbut kami mencoba menggali masalah yang sedang dipersengketakan, sependek pengetahuan dan bacaan kami berdua, hal yang sedang dipersengketakan adalah tanah dan lahan warga yang di gusur demi kepentingan bandara. Meskipun akan mendapatkan ganti rugi, namun ada banyak hal yang tidak dapat digantikan oleh materi bagi pemilikinya, termasuk diantaranya unsur historis lahan tersebut. Namun, bukankah kemerdekaan kita saat ini adalah hasil tumpah darah yang dikorbankan untuk hajat hidup orang banyak? Mengapa kita sebagai rakyat tidak mencoba meneladani hal tersebut.

Lalu kami juga mulai meraba peran strategis mahasiswa sebagai akademisi yang juga merupakan bagian dari masyarakat. Sependek pengetahuan kami, selama ini mahasiswa justru memperkeruh kondisi sengketa NYIA dengan melakukan provokasi terhadap masyarakat untuk kontra terhadap segala jenis kebijakan pemerintah, termasuk dalam hal ini pembangunan NYIA. Padahal, posisi mereka yang strategis seharusnya dapat menjembatani diplomasi anatara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan kajian permasalahan secara komperhensif.

Selain sperti yang banyak diberitakan di media massa, sebenarnya NYIA menyimpan banyak potensi untuk pengembangan daerah di Kulon Progo. Beberapa alasan mengapa Kulon Progo di pilih sebagai lokasi pembangunan karena selain memiliki jarak yang ideal (tidak terlalu dekat) dengan bandara Adi Sumarmo, Surakarta juga karena Kulon Progo dapat dikatakan memiliki lebih sedikit kemungkinan terjadi bencana alam seperti gempa bumi, lomgsor dan lain-lain yang tidak dimiliki daerah lain di Yogyakarta. Selain itu, jika kita telaah lebih dalam, tingkat perekonomian masyarakat Kulon Progo perlu ditingkatkan, hal ini dibuktikan dengan data BPS yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo masih mencapai 4.7 persen dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah sebesar 5.9 persen. Dengan dibukanya bandara baru ini, hampir dapat dipastikan akan terjadi pertumbuhan lapangan pekerjaan baru seperti hotel, terminal dengan jumlah armada bus yang meningkat untuk menunjang mobilisasi masyarakat lokal hingga mancanegara bahkan juga membangkitkan potensi-potensi pariwisata di Kulon Progo yang saat ini masih terbilang kurang peminat akibat jarak yang jauh dari pusat pemerintahan dan denyut nadi provinsi Yogyakarta. Dengan adanya bandara yang baru ini, pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah dapat benar-benar diwujudkan.

Lokasi Wisata


Setelah obrolan yang alot tersebut, akhirnya kami sampai di lokasi wisata Air Terjun Kedung Pedut. Beberapa kilo meter sebelum sampai di lokasi, kami dimudahkan dengan penunjuk arah serta memanfaatkan informasi dari masyarakat sekitar karena sinyal hp sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk menggunakan GPS. Setelah sampai di parkiran , kami masih harus berjalan menanjak sekitar kurang lebih 800 meter untuk sampai air terjun, beruntung medan menuju air terjun sudah dirapikan dengan bebatuan dan bambu bambu serta dilengkapi dengan toilet dan tempat sampah di perjalanan untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Dan seperti biasanya, warga sekitar selalu memiliki kehangatan tersendiri dalam menyambut siapapun yang datang ke lokasi wisata. “monggo mas, mbak”, “istirahat rumiyin mbak, tasek tebeh niki”. Dan sapaan-sapaan lain yang tak lupa dilengkapi dengan senyuman yang menenangkan. Hal seperti ini tentu tak bisa dimiliki oleh wisata-wisata buatan manusia saat ini.
Dalam lokasi wisata di sediakan pelampung bagi wisatawan yang ingin menikmati sensasi segarnya kolam yang berasal dari sumber mata air alami namun memiliki masalah dengan kemampuan berenang. Sewa pelampung sekaligus penitipan barang dipatok harga 15 ribu rupiah. Selain itu, disedikan pula spot-spot foto serta tempat duduk untuk menikmati pemandangan air tejun, ada pula wahana flying fox yang dapat melintas tepat diatas kolam.

Menjelang siang, lokasi wisata semakin ramai dikunjungi wisatawan, maka keputusan untuk menikmati objek wisata ini dipagi hari adalah pilihan yang tepat. Setelah puas menikmati pemandangan serta merasakan dinginnya air kolam, kami memutuskan untuk pulang.

Mayarakat Jogja

Di perjalanan pulang, kami kembali menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam menuju Sleman. Di perjalanan kami tidak menemukan hal yang penting untuk di ingat kecuali satu hal saat mulai memasuki kabupaten sleman, tepatnya di wilayah Godean, kami mendapati seorang driver ojek online yang sedang behenti di tengah pembatas ruas jalan terlihat berusaha mengambil helm nya yang terjatuh, tiba-tiba seorang pengendara motor dari arah berlawanan memutar balik arah kendaraannya tepat di samping sang driver, ternyata pengendara motor tersebut sengaja memutar balik kendaraannya untuk membantu sang driver mengambil helm nya lalu melanjutkan kembali perjalanannya. Hal kecil yang sangat istimewa, menurut kami sebagai masyarakat yang tidak lahir di Jogja.
Bukan satu dua kali kami mendapati atau bahkan mengalami sendiri bagaimana masyarakat di kota gudeg ini begitu istimewa meperlakukan sesamanya. Saya juga mengalami hal serupa sekitar dua tahun silam, saat pertama kali menginjakkan kaki ke Jogja untuk belajar. Saya mengalami sakit perut yang luar biasa saat itu, padahal saya juga harus mengikuti proses tes bahasa inggris di kampus pada hari yang sama. Ayah saya mengajak untuk lebih dahulu mampir ke warung minum teh untuk sedikit melegakan, dan tanpa di duga bapak ibu pemilik warung sangat sigap melihat kondisi saya yang sudah sangat pucat, bahkan tanpa di minta sang bapak pemilik warung membelikan saya obat di rumah sakit sementara istrinya membuatkan teh tawar untuk melegakan perut saya sementara. Begitu pula partner jalan-jalan saya kali ini, ya, pasangan saya juga seringkali mendapat pertolongan saat kehabisan bahan bakar diperjalanan. Memang tak akan ada habisnya mengisahkan betapa istimewanya kota ini, tak hanya keindahan alam nya, tapi sikap bersahaja dan ramahnya masyararakat Jogja. Jogja, memang istimewa, dari segala sisinya.  (fzh) 

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...