Memaafkan diri sendiri #2



Kemarin, sepulang agenda sowan abah ke pondok sobat. Saya sempat mengobrol di atas jok motor andalan kami, yakni supra 125 ((motor kebanggaan baik kami di Yogya maupun Blitar)). Selama jalan pulang, kami membahas dari mulai masalah pribadi hingga beberapa penyelesaiannya. Lalu pada kesempatan ini saya bercerita mengenai kejadian beberapa waktu, saya sempat kecewa tidak karuan saat sosok lelaki di rumah yang paling saya kagumi, kini sedikit demi sedikit mulai berubah. Ia tak lagi merangkul menghangatkan, justru seringkali tidak memandang masalah di keluarga menemu jalan penyelesaian. Melainkan justru ikut saling menyalahkan.  Begitupun saya bilang bahwa pernah didorong hingga terjerembab di dapur kala itu. Sobat saya sontak kaget,  tetapi saya lega sudah bercerita. Kejadiannya memang sudah berlangsung lama, sengaja saja tidak langsung diceritakan karena memilih meredam dan memaafkan diri dulu. Baru setelah semuanya dirasa nyaman, saya baru berani bercerita.

Kejadian kala itu berlangsung dramatis memang, saat di kantor ada kegiatan recognition. Justru saya sedang ditimpa cacian tak habis-habis, mengancam tak pulang, bapak langsung marah. Merebut paksa kunci motor yang hendak saya bawa, hingga entah sengaja atau tidak beliau mendorong saya. Tangis sayapun pecah kala itu, menangis dengan lantang hingga tetangga mendengar. Sembari bercerita, sebenarnya hati saya seperti luka yang disiram air perasan jeruk-perih. Ya, memang saya sudah memaafkan apa yang pernah beliau lakukan. Tetapi, untuk melupakan perasaan yang terjadi pagi itu butuh cukup waktu.

Salah satu caranya ialah memaafkan diri sendiri, untuk berbagai macam bentuk ketidakterimaan, penyesalan, hingga luka-luka yang dibiarkan menumpuk. Tangis saya kerap pecah saat mengulang satu demi satu kisah saat menerima berbagai bentuk perlakuan abusive baik secara verbal maupun nonverbal. Sobat saya tadi kebetulan memang pernah konsultasi ke psikolog. Jadi, lumayan bisa membantu untuk sharing berbagai masalah perihal mental illness. Kebiasaan memendam emosi juga dirasa kurang tepat untuk persoalan yang saya hadapi, hanya memberikan efek lega sesaat namun tidak dalam jangka panjang. Justru tumpukan emosi itu akan jadi sampah di masa depan, dalam sesi memaafkan diri sendiri #1 saya sudah mencoba toples emosi, dan alhamdulillah sudah terisi hampir penuh. Toples emosi memang saya gunakan untuk rutinitas selama di kelas atau tempat kerja yang tidak memungkinkan untuk memegang gadget secara penuh. Tetapi untuk liburan saya lebih memilih menulis apa saja yang ingin ditulis di blog pribadi. Saya belum punya keinginan untuk mengejar target di Blog, masih nyaman dengan menulis sebagai sarana self healing. Membaca buku dengan genre bebas juga bisa membuat emosi-emosi itu jadi positif. Tetapi berdasarkan pengalaman, saya tidak lagi menggunakan kesibukan untuk melampiaskan emosi. Justru saya hanya memperoleh hal yang melelahkan fisik dan batin. Akhirnya, saya lebih senang melakukan kegiatan dengan normal. Istirahat cukup, capaian tidak membebani, dan lebih memilah mana kegiatan yang dirasa paling efektif.

Dengan menulis seperti ini saya bisa meredam beberapa emosi. Seperti sedang bercerita pada diri sendiri, baru kemarin juga saya berani bercerita mengenai pelecehan yang saya dapatkan. Meski dengan perasaan haru yang ditahan karena memang belum siap untuk nangis tiba-tiba, saya hanya memandang pelataran rumput di tempat wisata kala itu dengan nanar. Membayangkan kejadian mengerikan sore itu jadi momentum paling menjijikkan. Kerap saya masih pula menangis saat akan tidur, membayangkan wajah pelaku yang masih berkesempatan bertemu saya kapan saja. Entahlah, semoga saya bisa segera enyah dari ketidaknyamanan ini.

Akhirnya, perjalanan kami sampai di rumah. Cerita ditutup dengan kalimat

Kalo ada apa - apa cerita ya, kita saling siap untuk mendengarkan dan didengarkan. 


Begitulah peran seseorang yang tak hanya ada sebagai pajangan hubungan pertemanan, tetapi juga meluangkan waktu untuk saling dengar mendengarkan. Yuk barengan sebisa mungkin memaafkan diri sendiri dengan cara apapun yang kamu setujui. Lakukan afirmasi kalo dirasa masih ragu sama diri sendiri, dan kita semua berhak bahagia dengan cara yang kita yakini. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya. Tabik!

Ps : oh ya, selama ini saya mengikuti instagramnya mas reza gunawan, mas adjie santoso untuk belajar self healing. Silakan yang mau tahu lebih boleh mampir.

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...