Semua yang kamu lakuin ke aku itu, Jahat!




Sebagai seorang perempuan, tentu saya memiliki hak penuh mengenai jenis pakaian yang ingin saya pakai. Selagi nyaman, terlihat rapi saya tidak akan pernah melarang diri untuk memakai setelan berbawahan celana. Meskipun saya juga pernah mengalami gejolak batin tentang busana muslimah yang baik itu seperti apa, tapi sekarang sudah menemukan mode sesuai karakter pribadi saya. Tidak terlalu muslimah dengan memakai tudung sepanjang pinggang, atau berbagai kaos kaki dan kaos tangan. Saya justru tampil biasa, prinsipnya asal nyaman dan rapi, sudah selesai.

Tetapi, sangat disayangkan saat seseorang yang tak lain adalah atasan saya sendiri. Pernah suatu waktu mengkritik berpakaian saya di depan kawan-kawan kantor. Saya tidak ambil pusing soal dia berani mengkritik saya di belakang. Tetapi yang membuat dada saya berdesir hingga saat menulis tulisan ini adalah kelancangannya untuk memegang tubuh saya. Awalnya, saya tak tahu karakter orang ini bagaimana. Setelah beberapa tahun kenal dan tahu jalan pikirannya, ternyata dia seorang maskulin akut, penganut patriarki garis lurus. Dia memandang bahwa wanita berada di kelas sosial kedua, dibawah lelaki. Dengan mengandalkan dalil-dalil agama yang ia dapatkan dari ustad online, sikapnya sudah begitu membuat batin saya dua tahun terakhir risih. Dalihnya selalu sama, saling mengingatkan sesama muslim. Alah kampret apa pak!

Karena jabatan yang ia miliki, saya cukup sering mendapat teguran dari mulai untuk menyetop bacaan-bacaan buku saya yang dinilai kekirian, liberal dan tidak pantas. Apalagi saat kemelut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dengan getol ia mengajak saya diskusi. Bercerita dari awal hingga akhir, saya tetap menyimak dan menarik garis kesimpulan bahwa ia hanya monat manut para ustad yang dia yakini menganggap bahwa RUU PKS mendukung pada tindak LGBT. ((duduk di depan orang yg berbuih-buih tapi tak punya dasar itu, membosankan)).

Saya tak tahu apa maksud perlakuannya selama ini, saya selalu menolak untuk bersalaman. Sebab saya takut ia akan berpikiran menjijikkan, sebab dari cara pandangnya saja seperti menelanjangi perempuan. Saya paling benci saat ia coba masuk kelas dan bergaya menepuk-nepuk pundak anak-anak perempuan. Takut saya ia berpikiran yang tidak-tidak. Suatu kesempatan ia pernah menyentuh tangan saya, ya meskipun saya biasa bersentuhan dengan kawan lelaki. Tetapi tak merasa seinsecure kali ini. Apalagi, baru kemarin sore saya bertemu ia lagi. Tanpa basa-basi ia melingkarkan tangannya ke pinggang saya sekejap, sontak saya bergidik dan mengancam. Dengan rasa takut sama cuma nyengir dan hanya bisa diam tanpa berteriak atau bahkan bisa menuntut. Kalau ditanya barang bukti tentu saya kalah, karena pada saat itu hanya ada saya dan dia di belakang jok mobil terbuka untuk mengambil barang dari kantor. Saya jijik melihat pandangannya yang genit. Tak hanya itu, kedua kalinya ia merangkul pundak saya. Di luar sepengetahuan kawan - kawan. Saat saya sebal pada kerapuhan diri sendiri atas proteksi diri membuat saya diam dan membenci badan yang masih saya ingat sekali kejadian-kejadiannya. Bahkan saat mandi, sering terlintas di pikiran untuk menghapus kenangan itu dengan menyakiti diri, tetapi urung terjadi. Saya juga masih diselimuti rasa takut, takut dan takut.

Bagi saya, ini sudah tindak pelecehan. Memegang tubuh seseorang tanpa ijin, bercanda tidak bisa dijadikan alasan. Sekarang saya memutuskan untuk resign kerja sepihak. Karena dulunya, saya sempat mengajukan surat pengunduran diri, namun ditolak. Usai lebaran saya tak akan lagi kembali ke kantor serigala itu. Perasaan takut terus tumbuh seiring berjalannya waktu, menjadi sebuah trauma yang mendalam. Tangan-tangannya yang sempat mendobrak habis pertahanan saya kini jadi momentum mengerikan yang bila diingat kembali. Saya merasa takut untuk keluar rumah, bertemu orang ini lagi. Saya menghindar, takut bila apa-apa yang sedang saya tulis disini berdasarkan kenyataan ditampik olehnya. Biar saya dengan Tuhan yang jadi saksi kejadian kemarin hari. Saya berharap lelaki semacam itu tak akan lama hidup di dunia, matanya yang penuh hasrat, mulutnya yang sering mendogma perempuan nakal, perempuan tak beragama dan lain sebagainya. Cukup, cukup, saya tidak mau mendengar lagi.

Saya berusaha mengobati ketakutan dengan terus menghindar dari lelaki serigala semacam dia. Saya cuma mau bilang, lambat laun semua lelaku busukmu juga akan dikenal orang, diketahui orang dan kamu akan menanggung resiko dari setiap jejak langkahmu sendiri. Kata-kata anda saya kembalikan, setiap hal baik dan buruk itu selalu mempunyai jejak. Semoga segera ada perempuan lain yang sadar, dan memilih tempat lain untuk berkarya.

Saya hanya bisa mengungkapkan keresahan dengan menulis, bercerita sudah tak mampu saya lakukan lagi, setelah beberapa kejadian yang membuat saya risih dan membenci tubuh saya sendiri. Pesan terakhir saya pada semua lelaki berkelakuan sama seperti yang saya paparkan diatas :

Semua yang kamu lakuin ke aku itu, Jahat!!!!!!!!!!!!!!

Bajingan tengik, urusi saja berahimu jangan bawa - bawa agama untuk menyetir pemikiran buasmu. Dasar busuk! Busuk! Busuk! Ingin rasanya berteriak di depannya dan mengumpat. Tetapi keberanian saya tak lebih dari hanya menulis, agar semua orang tahu dan mendalami apa yang pernah saya alami. Untuk seluruh perempuan, jangan takut untuk speak up. Meski melalui tulisan sekalipun, karena tulisan juga bisa dibaca oranglain. Sehingga kita bisa saling menolong seseorang dari suatu keadaan. Semoga yang tengah sama-sama enyah dari zona buas seperti saya. Lekas baikan, semangat.

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...