Memaafkan diri sendiri #1



Bismillah...

Beberapa bulan ke belakang, saya berusaha terus menyembuhkan luka-luka batin. Mulai belajar self healing pribadi, hingga tanya-tanya teman biaya konsultasi psikolog di sekitar Blitar. Semuanya bermula dari rasa khawatir berlebihan, ketakutan untuk percaya pada seseorang dan usaha untuk menyakiti diri sendiri. Jujur, saya sering menangis tanpa alasan tiap malam. Lama-lama saya rasa ada yang kurang tepat dalam rutinitas akhir-akhir ini. Selepas berbagai kejadian datang dari mulai kebencian masa lalu, ditinggalkan, atau bahkan dirundung dengan kata-kata yang membuat jiper.

Kekecewaan terhadap keluarga atas perasaan masalalu terus menghantui di pikiran, ketakutan itu justru jadi monster yang mengerikan untuk berpikiran menjauh dari lingkungan, dan menarik waktu untuk sendirian.

Semuanya bertumpuk jadi rasa takut untuk hidup jadi seorang individu, menjadi dewasa semenakutkan ini, dan hal-hal negatif lainnya. Untungnya, bersama sahabat-sahabat saya yang terus mendukung untuk sembuh dari luka batin ini, saya berusaha mengekspresikan diri dengan menulis, membaca, bersikap bodo amat dengan segala bentuk body shaming. Beberapa waktu lalu, saya juga sempat menulis kata motivasi di kamar, membaca afirmasi sebelum tidur, dan menulis di toples emosi. Semua berjalan semestinya. Perasaan bersalah lama kelamaan berkurang, terlebih lagi hari ini.

Saya beranikan diri meminta maaf kepada seseorang yang pernah saya jadikan korban kegegabahan emosi sesaat waktu itu, saya sadari rasa kehilangan tak akan benar-benar sembuh hanya karena kita memaksa sembuh dan membuka hati dengan seseorang yang baru. Malam ini saya berhasil memaafkan, begitulah saya menyebut bentuk perhatian khusus yang dulunya saya artikan lebih. Saya meminta maaf untuk kedamaian yang kelak akan bertahan lama, meski dengan tangan gemetar, dan air mata turun tak henti-henti. Saya coba berkompromi dengan Ana, yaa diri saya sendiri. Terima kasih pula atas jawaban yang melegakan mas.

Sembari mendekap kehilangan dan memaafkan diri sendiri, saya berusaha untuk menghargai hidup. Tak perlu seluruh dunia tahu apa yang sedang saya alami, cukup mereka yang mendampingi selama proses penyembuhan luka-luka batin ini. Maaf ya Na, sudah berlaku tidak adil selama 21 tahun terakhir. Maaf membuatmu berjalan terlalu lelah, maaf sudah tidak menuruti kata hati, maaf sudah melukai berkali-kali. Sayang Ana, apapun yang Ana miliki. Terima kasih pula untuk my beloved sisters ; ipeh dan zahra. ((teruntuk dukungan dan waktu-waktu berharganya)).

Sekali lagi, kelegaan malam ini berbuah pada rasa untuk terus bahagia. Saya dan seluruh perempuan yang sedang terluka, kalian punya hak berbahagia, salah satunya dengan memaafkan. Semoga Ana saling memaafkan diri sendiri, begitupun kalian sendiri. Tabik!

Send a virtual hugs for all women {}

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...