Beruntung atau buntung?

Ramadhan sudah berjalan menuju hari kedua, dan saya masih seperti biasa, duduk di kamar sembari ngupil dan berpikir baca buku apa, atau mau nulis apa. Saya sedang dalam keadaan tidak suci alias dalam masa mens, sudah dua tahun tidak dapat jatah berpuasa di awal. Mau bagaimana lagi, tidak bisa disumbat apalagi diajak jadian janjian. Siklus mens yang seringkali bentrok dengan ritual berpuasa terkadang membuat hati galau karena tidak bisa update story berpuasa, hutang bertumpuk lebih banyak dibanding dapat jatah mens di tengah bulan, pada akhirnya saya harus merasa beruntung atau bernasib buntung.

Mau disikapi beruntung dengan bahagia atau justru merutuk bernasib buntung itu pilihan sih, kalau saya selagi masih bisa dibuat bahagia ya dijalani saja. Justru waktu longgar ini saya puaskan untuk menuntaskan buku-buku yg mungkin tak akan tersentuh ketika bulan puasa, atau saya memilih merampungkan tugas perkuliahan, sehingga besok-besok kalau waktu puasa ringan sudah beban rindu tugas saya. Hehe. Tetapi, rasa untuk "Wah, ndak bisa menikmati awal puasa kaya yang lain dong" begitu tetap ada di lubuk hati terdalam. Yaudah, karena keadaan sudah berkata demikian, sebisa mungkin waktu jeda ini bisa diisi hal-hal positif semisal bantu ibuk masak atau yang lainnya.

Tetapi justru lingkungan juga mendukung asyik tidaknya waktu mens ini, terkadang masih ada asumsi untuk mereka mens untuk tandang gawe dan yang puasa dibiarkan leha-leha. Menurut saya, mau orang puasa atau tidak, rutinitas tetap harus berjalan, bukan dengan berpuasa lalu merasa apa-apa harus dihormati, atau diutamakan. Justru dengan berpuasa kita menghormati, mengutamakan atau bahasa ceweknya ndak usah manjaaa aelah. Bernasib buntung mungkin dirasakan bagi mereka yang mens dan disekelilingnya masih mengimani bahwa yang tidak berpuasa boleh disuruh untuk melakukan hal apapun ((hadeh ini puasa apa ya nurutin orang nyidam)). Janganlah jadikan puasamu alasan, karena alasan bisa jadi alat untuk kepentingan yang kayanya juga gak penting - penting amat, seperti minta tolong beliin takjil ke kecamatan, atau beli sayur-sayuran di pasar besar, atau bikin es batu yang sebenarnya kalau dilakuin orang puasa juga gak akan buat mereka tiba-tiba mati di jalan lho.

Kalau beruntung dengan lingkungan yang saling mendukung ya tetap saja jalani rutinitas seperti biasa, bisa beli makanan, masak sendiri, hargai yang tidak puasa dengan memberi mereka jatah untuk makan selain sahur. Bentuk kepedulian semacam ini semestinya dibangun dari tatanan keluarga. Kalau sudah saling beginikan enak, tidak ada lagi bentuk minta meminta penghormatan. Mau itu warung pintunya dibuka selebar tol suramadu, kalau namanya puasa ya ditahan nafsunya. Apalagi harus juga sabar kalau orang yang lagi mens juga diberi hak buat makan, kalau masih marah-marah lihat orang mens makan di warung, di rumah, atau di depanmu, sepertinya kamu harus teliti juga kualitas puasamu deh my lov.

Sampai sini dulu curhatannya, bagi yang belum beruntung dapat awal puasa, jangan khawatir, aku bocahmu. Kapan-kapan bisa janjian makan di luar kalau orang rumah pada males masakin atau sisain kamu makan ea My lov!

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...