Perempuan dan Sastra




Equality by Pijak Podcast part (1)

Bagaimana sastrawan memposisikan sebuah tokoh lelaki dalam sebuah karya sastra juga dipengaruhi oleh pengalaman si penulis. Bahasan kesetaraan gender juga kerap lalai dibangun dalam sebuah tulisan, semisal saja roman. Kenapa perempuan selalu dijadikan impian untuk dikejar, dimiliki, dan mengamini bahwa perempuan adalah pelaku pasif. Padahal jika peran itu seimbang, tokoh lelaki yang sadar gender akan mendukung peran perempuan untuk tidak sekadar jadi objek, namun subjek. 

Karya sastra juga sebagai alat penggerak untuk mengkritik, entah politik, sosial atau ekonomi. Dimainkan dari permasalahan yang kerap kita terima, kalau berkutat pada perempuan dan sastra. Seperti karya eka kurniawan Cantik Itu Luka; dipaparkan secara bersamaan sebuah sejarah kelam mengenai perempuan, standar cantik yang lama digaungkan oleh para kaum pemodal.

Pencitraan perempuan dalam karya sastra masih berkutat pada perempuan yg lemah, tidak bisa bersuara, dan tidak bisa mencukupi kehidupannya. Tetapi saat membaca buku seperti ayu utami, eyang pram, amanatia junda, kalis mardiasih, djenar maesa ayu, artie ahmad dan beberapa yg lain mata kita sudah dibuka dengan pandangan perempuan yang kuat, mampu melawan ketidakadilan, dan berani bertahan dari terpaan hidup.

Penulis perempuan korea ada yang bernama Han Kang yang mengangkat tema isu-isu sejarah, berkaitan dengan militer atau pemerintahan, mirip tulisan Seno Gumira perihal penculikan era 1998. 
Sabda armandio; penulis lelaki yang menggambarkan cerita aneh dan lain, justru membuat penasaran.

Bersambung...

You Might Also Like

0 komentar

Tentang Batas Teduh di Kota Malang

Photo By IG @anaafitt Sabtu (27/7) berkesempatan untuk mampir dan melipir ke salah satu kafe di Malang. Namanya cukup unik memang, pe...